Sabtu, 12 Maret 2011

Perdagangan Bebas : Reduksi Kemiskinan, Eskalasi Kesenjangan

Globalisasi dalam bidang ekonomi menjadi salah satu kajian yang mengemukan semenjak perang dingin berakhir. Munculnya Amerika Serikat yang disebut-sebut sebagai pemenang perang dingin juga turut andil dalam berkembangnya fenomena globalisasi ekonomi yang kemudian banyak dikaji oleh para akademisi (Gilpin, 2001). Pengaruh Amerika Serikat yang menyebar begitu luas membuat negara-negara komunis mulai meninggalkan sistem ekonomi tertutupnya dan kemudia beralih kepada sistem ekonomi terbuka. Perdagangan bebas yang dijalankan oleh Amerika Serikat dan aliansinya sekitar tahun 1987 menstimulus mayoritas negara-negara di dunia untuk berpartisipasi dalam rezim ekonomi ini. Hal ini ditunjukkan dengan partisipasi negara-negara yang dulunya merupakan negara komunis serta negara dunia ketika atau Less Developed Countries (LDCs) terlibat aktif dalam World Trade Organization (Gilpin, 2001). Perdagangan bebas atau free trade yang mulai diikuti oleh banyak negara di dunia sejak saat menjadi fenomena baru yang memberikan harapan bagi perbaikan kualitas dan tingkat perekonomian dunia maupun negara pelaksananya. Dua dekade lebih sejak berkembangnya globalisasi ekonomi yang dalam hal ini lebih dimanifestasikan sebagai perdagangan bebas adalah waktu yang cukup untuk menilai sejauh mana perdagangan bebas berhasil mewujudkan cita-citanya dan memberikan hasil yang signifikan bagi perkembangan tata ekonomi global. Ulasan kritis mengenai signifikansi perdagangan bebas dalam cita-citanya meningkatkan perekonomian yang berdampak pada pengentasan kemiskinan serta problematika pemerataan akan dibahas dalam tulisan ini.

Selama dua dekade sejak perkembangannya, perdagangan bebas dapat dikatakan relatif berhasil mencapai keadaan yang positif, dimana pertumbuhan ekonomi menjadi lebih masif dan angka kemiskinan lambat laun berkurang. Jagdish Baghwati (2004) dalam salah satu tulisannya berargumen bahwa “perdagangan meningkatkan pertumbuhan, dan pertumbuhan mengurangi kemiskinan”. Perdagangan bebas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menerima Foreign Direct Investment berupa pembukaan perusahaan multinasional dari pihak asing di sebuah negara atau dengan menjual komoditas nasional ke pasar global yang bercirikan low tariff. Secara teori, hadirnya perusahaan multinasional, terutama di negara berkembang, akan memberikan lapangan kerja baru bagi sumber daya manusia dan mendukung optimalisasi sumber daya alam yang ada. Pun demikian dengan penjualan komoditas domestik ke luar negeri ataupun menerima hadirnya produk asing di pasar domestik akan menstimulus pertumbuhan industri suatu negara untuk lebih produktif (Baghwati, 2004).

Lantas, bagaimana perdagangan bebas dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi? Pertumbuhan ekonomi dari perdagangan bebas akan memberikan hasil yang efektif apabila diimbangi dengan kebijakan domestik yang appropriate yang mendampingi kebijakan perdagangan bebasnya (Baghwati, 2004). Perdagangan bebas yang tidak dikawal oleh kebijakan negara yang strategis hanya akan menyebabkan bumerang bagi negara tersebut, seperti misalnya pengontrolan jumlah ekspor jika barang tersebut memiliki demand yang besar. Bangladesh misalnya, tidak bisa mengontrol jumlah goni yang diekspornya sehingga membuat harga goni di tingkat internasional menjadi jatuh dan merugikan negara itu sendiri. Kebijakan domestik yang strategis dapat juga meliputi pemberian akses lebih bagi masyarakat menengah untuk ikut berperan dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang dapat berupa pengaturan kredit lunak bagi para masyarakat kelas menengah ke bawah yang akan membuka usaha. Kebutuhan masyarakat menengah ke bawah untuk dapat mengakses pertumbuhan ekonomi juga tidak bisa lepas dari seberapa besar suara dan aspirasi mereka dapat didengar oleh pemerintah. Jadi pemerintah dituntut untuk menjadi pihak yang peka dalam mengakomodasi kebutuhan masyarakat menengah ke bawah untuk mendapatkan akses yang membantu terciptanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang akan mengurang kemiskinan. Selain itu, diversifikasi dan spesialisasi juga merupakan hal strategis yang perlu dilakukan agar produksi dan industri yang dilakukan bersifat produktif dan tidak eksesif.

Berbicara mengenai bagaimana perdagangan bebas benar-benar berhasil mengurangi kemiskinan dapat merujuk pada India dan China yang merupakan salah satu pusat kemiskinan dunia. Perubahan orientasi ekonomi yang semula cenderung isolasionis menjadi outward-orientation sangat berkontribusi untuk membuat keduanya menjadi negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 1980 hingga 1990 dan bahkan sampai saat ini (Baghwati, 2004). Data World Bank (dalam Bhagwati, 2004) menunjukkan nilai Gross Domestic Product mengalami pertumbuhan 10% bagi China dan 6% bagi India tiap tahunnya. Belum pernah ada negara yang memiliki tingkat pertumbuhan secepat China. Keadaan ini tentu saja berpengaruh pada angka kemiskinan di dua negara tersebut. Menurut Asian Development Bank, dalam Bhagwati (2004), angka kemiskinan di China berkurang dari 28% pada tahun 1978 menjadi hanya 9% pada tahun 1999-2000. Pun demikian dengan India yang juga mengalami penurunan yang relatif drastis dan dramatis, dari 51% pada tahun 1977-1978 menjadi 26% pada tahun 1999-2000 (Baghwati, 2004). Potret serupa juga dapat diamati dari data yang menunjukkan bahwa Asia dihuni oleh 76% penduduk miskin dunia sedangkan Afrika hanya 11% pada tahun 1970an, namun pada tahun 1988, statistik justru berbalik dengan menempatkan Afrika sebagai benua yang dihuni oleh 66% penduduk miskin dunia dan Asia hanya 15%. Hal ini dikarenakana selama periode 1970 hingga 1998 Asia mengalami perubahan sedangkan Afrika hanya stagnan. Hal ini benar-benar menunjukkan bahwa perdagangan bebas akan menstimulus pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi akan berimbas kepada reduksi angka kemiskinan.

Keberhasilan perdagangan bebas dalam mereduksi kemiskinan tidak serta merta berarti bahwa kesenjangan atau inequality dapat tereduksi. Ketika ekonomi bergeliat di negara-negara berkembang hingga memberikan peningkatan pertumbuhan ekonomi, hal yang serupa juga terjadi di negara maju dan koorporasinya sebagai pemiliki kapital. Semakin meningkatnya volume transaksi perdagangan bebas, semakin banyak keuntungan yang bisa diraih oleh para pemilik kapital yang tentu saja melebihi keuntungan yang dirasakan oleh negara-negara berkembang (Wicaksono, 2002). Perdagangan bebas memang memberikan kesempatan bagi masyarakat di negara berkembang untuk dapat merasakan perbaikan taraf hidup dan mentas dari kemiskinan, namun keuntungan yang paling besar justru didapatkan oleh para korporat perdagangan bebas. Kekayaan Bill Gates yang mencapai US$ 100 miliar yang didapatnya dari perusahaan software multinasional, Microsoft. Angka ini mencapai hampir dua kali lipat Produk Domestik Bruto dari Filipina yang hanya US$ 57 miliar (Wicaksono, 2002).. Singkatnya, kesenjangan ekonomi tetap masih ada walaupun kemiskinan sudah mulai berkurang seiring dengan meningkatnya volume perdagangan bebas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perdagangan bebas yang merupakan salah satu dari agenda globalisasi dalam hal ekonomi dan berkembang sejak perang dingin berakhir telah memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia. Bahkan perdagangan bebas dapat memunculkan China dan India sebagai dua negara yang berhasil melakukan optimalisasi pertumbuhan ekonomi sehingga keduanya dijadikan kiblat peningkatan pertumbuhan ekonomi negara. Pertumbuhan ekonomi negara yang masif tentu mengurangi tingkat kemiskinan negara karena perdagangan bebas memberikan stimulus dan merupakan lahan bagi masyarakat yang berpenduduk miskin untuk menjadi lebih produktif dengan terlibat dalam perdagangan bebas sebagai pelaku usaha atau buruh. Namun pengentasan kemiskinan karena perdagangan bebas ini tidak serta merta memberikan pemerataan ekonomi secara meluruh, mengingat para pemilik kapital selalu memiliki kontrol terhadap kapitalnya. Para pemilik kapital (negara maju maupun korporat) dapat menikmati keuntungan yang berlipat bahkan melebihi kekayaan sebuah negara sebagai hasil dari perdagangan bebas. Suatu keadaan yang memang ironis.







Referensi :



Bhagwati, Jagdish. 2004. Poverty : Enhanced of Diminished?, dalam In Defense of Globalization. Oxford : Oxford University Press.

Gilpin, Robert. 2001. The New Global Economic Order, dalam Global Political Economy : Understanding the International Economic Order. Princeton : Princeton University Press

Wicaksono, Padang. 2002. Senjakala Globalisasi?. Diakses dari www.oocities.org pada 12 Maret 2011 pukul 01.17.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar