Kamis, 24 Maret 2011

Rezim : Siapa Berkata Apa dan Kepada Siapa

Berbagai interpretasi akan muncul ketika setiap orang diminta untuk mendefinisikan arti dari rezim. Seperti yang pernah terpikirkan oleh Ernst B.Hass yang mendefinisikan rezim sebagai entitas yang memiliki susunan anggota dimana anggotanya harus mengelola dan membatasi adanya konflik kepentingan antar mereka karena adanya kesadaran bersama bahwa terdapat interdependensi yang kuat antar mereka yang sangat mudah memicu terjadinya konflik (Hass, pp 23). Lantas perbedaan tersebut dapat muncul karena adanya perbedaan interpretasi dari kata “konflik” dan “pengelolaan” yang bisa hadir dari berbagai sudut pandang. Hal ini menunjukkan bahwa pada awal mulanya setiap orang mungkin akan mempunyai interpretasi yang berbeda tentang apa yang dimaknai sebagai rezim. Marxis, radikalis, dan ekologis misalnya, tentu saja memiliki definisi konflik dan pengelolaan berbeda-beda

Terlepas dari setiap perbedaan interpretasi tersebut, terdapat sebuah sintesa yang mengakomodasi perbedaan itu menjadi sebuah pemahaman yang general. Rezim kemudian dideifinisikan sebagai institusi-institusi sosial yang dibuat manusia untuk mengatasi konflik dalam sebuah aturan interdependensi. Terdapat beberapa terminologi yang dapat memberikan kerancuan ketika membahas mengenai rezim. Rezim sering diidentikkan dengan order (tatanan) atau sistem. Padahal sebenarnya rezim merupakan bagian dari suatu sistem besar dimana sistem adalah suatu keseluruhan yang memuat rezim sebagai salah satu komponen didalamnya.

Rezim menjadi sesuatu yang penting untuk dipelajari karena rezim memunculkan kapasitas manusia bagaimana mereka mendefinisikan atau bahkan menyelesaikan sebuah permasalahan. Dengan demikian akan ada banyak pemikiran yang berangkat dari beragam school of thouhgt. Pada dasarnya rezim adalah entitas bentukan manusia yang terus berkembang sebagai bentuk munculnya kepentingan bersama dan rezim pun berfungsi karena kebutuhan tersebut. Dengan seiring berjalannya waktu, kepentingan pun turut berkembang dan juga mempengaruhi rezim yang ada. Perbedaan ontologi dari studi mengenai rezim juga menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan. Studi mengenai rezim tidak lagi hanya sebatas studi mengenai kolaborasi internasional yang berkaitan dengan politik, meskipun memang dalam rezim itu sendiri terdapat dimensi politik. Studi rezim saat ini lebih ditekanan sebagai suatu upaya untuk mempelajari pola interaksi antar homo politicus dengan lingkungan. dan budaya. Sehingga studi rezim pada akhirnya dapat menunjukkan rentangan antara pilihan masa lalu dan pilihan masa depan terkait dengan kolaborasi internasional dalam konteks kepentingan dan pemahaman masing-masing pihak (self understanding) yang senantiasa mengalami perubahann

Adanya perbedaan ontologi menyebabkan adanya perbedaan epistemologi. Setidaknya sampai saat ini ada dua normative and epistemological differences. The mechanical metaphor memiliki pandangan pesimistis dengan Melihat dunia dalam sudut pandang kenegaraan, tertutup, dan masa depan akan ditentukan oleh elemen-elemen konstitusional dan hukum-hukum yang mengatur mereka. Sedangkan The organic metaphor membangun gagasan optimis dengan sistem-sistem harmonis. Mereka melihat sistem secara terbuka, bergerak dan dinamis. Adaptasi diartikan sebagai suatu pembelajaran untuk menjadi lebih baik dalam sistem yang dinamis.

Organic Metaphor mendasarkan pemikirannya pada kepedulian terhadap keseimbangan alam karena alam mengalami krisis. Setidaknya ada tiga pendekatan yang terangkum dalam organic metaphor. Eco-evolutionisme berpandangan perlu adanya upaya bagi rezim untuk mengimbangi science dan religion agar tidak terjadi kerusakan yg mengancam kehidupan manusia. Eco-reformisme berpendapat bahwa perlu ada keseimbangan antara value of equality dan value of efficiency. Aktor-aktor dalam rezim harus saling terikat untuk menyelesaikan masalah ekonomi-ekologi demi kualitas hidup bersama. Egalitarianisme menonjolkan pada kritik terhadap rezim yg ada atas kegagalan menciptakan equitable outcomes. Cost-benefit perlu digunakan sebagai indikator untuk menimbang apakah dapat tercipta suatu equitable outcomes.

Mechanical Metaphor mendasarkan pemikirannya pada teori-teori yang berhubungan pada sifat, budaya, dan politik. Tiga pendekatan yang termasuk dalah mechanical metaphor adalah liberalisme, merkantilisme, dan mainstream. Inti dari pemikiran Liberalism adalah kepentingan aktor bersifat selfish, dan short-run demi efisiensi bersama sehingga hasil yang diharapkan adalah kesejahteraan bersama dan memberikan kepuasan secara stabil. Merkantilism memiliki ciri bahwa kepentingan aktor bersifat selfish, namun jangka panjang demi pertahanan dan kemakmuran Negara. Merkantilisme memandang bahwa efisiensi bukanlah criteria untuk membentuk rezim yang kuat dan memandang bahwa ekonomi harus menjadi akhir dari kekuatan negara untuk tetap bertahan. Sedangkan pandangan mainstream adalah bahwa kepentingan aktor bersifat selfish dan jangka pendek demi melindungi kepentingan dari koalisi hegemoni (gabungan antara liberalism dan merkantilism).

Dari berbagai pendekatan yang ada, ada sebuah pemetaan yang dapat dilihat. Masing-masing metaphor memiliki konsentrasi dan fokus masing. Organic metaphor lebih fokus pada masa depan manusia, tapi sedikit perhatian terhadap pengaturan politik yang dibutuhkan untuk menjamin sebuah masa depan yang diinginkan. Sedangkan mechanical metaphor lebih fokus pada aturan politik yang digunakan untuk menjamin suatu masa depan, mechanical metaphor juga mahir dalam menjelaskan masalah politik dan ekonomi. Perubahan rezim untuk menjamin masa depan bukan hanya dilihat dari segi elemen-elemen yang mendasari berdirinya sebuah rezim. Persepsi seorang aktor juga menentukan keberadaan rezim baik dalam hal mendirikan, mempertahankan atau bahkan menghancurkan rezim tersebut. Moral dan knowledge yang dimiliki aktor- aktor tersebut tidak dapat dikatakan sebagai satu-satunya faktor yang dapat mendukung rezim itu dapat bertahan lama. Evolusi yang terjadi adalah bagian dari realitas sosial yang akan menjadi semakin kompleks secara perlahan- lahan. Evolusi sebagai sebuah metaphor, nature dan computer tidak menyediakan model untuk memahami rezim. Tetapi nature dan computer menyediakan stimulan untuk berpikir bagaimana sebuah rezim berubah dan bagaimana perubahan tersebut mempengaruhi tingkat kesadaran manusia terhadap kebutuhan, fungsi dan bentuk- bentuk.



Referensi :

B. Haas,Ernst, ‘Words can hurt you; or, who said what to whom about regimes’ dalam D. Krasner, Stephen(ed), International Regimes, Cornell University Press, Ithaca and London, hal.22-59







Tidak ada komentar:

Posting Komentar