Rabu, 12 Mei 2010

Strategi Nuklir dan Perkembangannya

Sejak pertama kali ditemukan, nuklir telah digunakan sebagai senjata. Senjata nuklir pertama kali digunakan pada tahun 1945 oleh Sekutu untuk menundukkan Jepang dalam Perang Dunia II. Namun, sebagai sebuah strategi keamanan, nuklir baru menemukan tempatnya pada masa Perang Dingin. Pada masa ini, ke dua Blok yang saling bertikai (Timur atau AS dan Barat atau US) menggunakan nuklir sebagai strategi pertahanan menghadapi kemungkinan serangan musuh. Dari sini lah dapat dikatakan bahwa nuklir ada sebagai salah satu strategi baru dalam hubungan internasional. Berikut ini akan dijabarkan penggunaan nuklir sebagai salah satu strategi dalam setiap jamannya.


Nuklir Sebagai Strategi Penangkalan Pada Perang Dingin

Walaupun senjata nuklir telah pernah digunakan untuk memenangkan perang, sejarah memperlihatkan bahwa sebagai sebuah persenjataan, nuklir lebih banyak digunakan sebagai instrumen penangkalan (deterrence) daripada instrumen untuk memenangkan perang. Hal ini kemungkinan terjadi karena kedua Blok yang saling bertikai, pada masa Perang Dingin, memiliki kemampuan nuklir yang relatif berimbang, sehingga kedua belah pihak sama-sama merasa akan terkena dampak besar jika terjadi perang nuklir.

Di dalam strategi penangkalan (nuclear deterrence), nuklir digunakan untuk mencegah negara musuh melakukan serangan, dengan memberikan jaminan bahwa serangan tersebut akan dibalas menggunakan senjata nulir yang akan menimbulkan kerugian lebih besar dari tujuan yang hendak dicapai negara lawan. Dalam menjalankan strategi penangkalan nuklir ada beberapa asumsi pokok yang harus dimiliki:

Dalam menjalankan strategi penangkalan ada dua mekanisme yang dapat digunakan. Mekanisme pertama adalah punishment yang menitikberatkan pada penggunaan senjata ofensif dan mengandalkan serangan balik terhadap sasaran non-militer (countervalue). Keefektifan dari mekanisme ini terletak pada kemampuan menyelamatkan jumlah senjata ofensif yang dimiliki dari serangan pertama (first strike) lawan. Mekanisme kedua adalah denial yang melibatkan penggunaan kekuatan militer secara langsung untuk mencegah negara lawan melakukan serangan pada kawasan yang dikuasai. Mekanisme ini menitikberatkan pada penggunaan senjata defensif dan mengandalkan serangan terhadap obyek-obyek militer (counterforce).

Strategi Nuklir Pasca Perang Dingin

Pembahasan mengenai strategi nuklir pasca Perang Dingin akan difokuskan pada strategi nuklir Amerika Serikat. Hal ini didasari oleh fakta bahwa hingga kini Amerika Serikat merupakan satu-satunya negara yang memiliki keunggulan nuklir.

Tumbangnya komunisme menyebabkan Amerika Serikat mengubah strategi nuklirnya. Pada tahun 1991, George Bush mengurangi secara masif jumlah persenjataan nuklirnya dengan memusnahkan senjata-senjata nuklir yang terpasang di kapal-kapal perangnya dan ribuan senjata nuklir landas daratnya, terutama yang terdapat di Jerman Barat. Tujuan dari pemusnahan ini adalah, selain merasa kemungkinan Perang Dunia Ketiga tidak akan terjadi, juga untuk mendorong para pemimpin di Uni Soviet melakukan hal yang serupa.

Tindakan ini kemudian disusul oleh tindakan-tindakan berikutnya yaitu mengenai pengurangan senjata nuklir yang beredar. Pada tahun 1994 terdapat Nuclear Posture Review (NPR). Pada tahun 1993 dan diperpanjang sampai 2007 terdapat perjanjian START (Strategic Arms Reduction Treaty). Dua perjajian ini merupakan landasan bagi AS untuk menunjukkan itikad baiknya untuk mengurangi kepemilikan nuklir demi menjaga perdamaian dan keamanan stabilitas internasional. AS juga bekerjasama dengan negara-negara bekas US untuk mencegah pengembangan nuklir akibat “kebocoran nuklir” (Butfoy, 1999).

Perbedaan sikap dan strategi AS pada saat perang dingin dengan pasca perang dingn menunjukkan bahwa hubungan tersebut benar-benar ada. Nuklir yang awalnya merupakan senjata sekarang mulai berubah menjadi sebuah strategi suatu negara.


Referensi


J. Kusnanto Anggoro, “Strategi Penangkalan Uni Soviet”, Jurnal Analisa, No. 2, Tahun 1986

A.R. Sutopo, “Perkembangan Pemikiran Strategi Nuklir Barat”, Jurnal Analisa, No. 2, Tahun 1986.

Andrew Butfoy, “The Future of Nuclear Strategy” di dalam Craigh A. Snyder, Contemporary Security and Strategy, London: McMillan, 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar