Jumat, 16 April 2010

Ketika Konsepsi Power Analog Dengan Cinta

Dalam menjalankan hubungan internasionalnya, suatu aktor hubungan internasional tentu saja akan menjadikan kepentingan nasional sebagai landasan fundamental dan tujuan utama dalam setiap pengambilan kebijakan. Untuk mencapai itu semua, suatu aktor menggunakan sebuah instrumen yang disebut sebagai National Power atau kekuatan nasional. Kekuatan nasional didefinisikan sebagai payung konsep yang menunjukkan segala sesuatu yang bisa menentukan dan memelihara kekuasaan aktor A terhadap aktor B (Morgenthau, 1978). Power menurut Morgenthau memiliki tiga unsur yaitu kekuatan, pengaruh, dan kekuasaan. Ketiganya betujuan untuk menjaga suatu kontrol sebuah aktor terhadap aktor lain. Sebuah aktor dikatakan memiliki power atas aktor lain ketika aktor lain itu bersedia memenuhi apa yang menjadi keinginan aktor tersebut. Implementasinya adalah ketika aktor A dikatakan memiliki power atas aktor B jika aktor B bersedia memenuhi apa yang diinginkan oleh aktor A.

Apa yang telah diungkapkan di atas sangatlah analog dengan Cinta. Merujuk pada definisi Morgenthau tentang konsep Power, Cinta adalah sesuatu yang dapat membuat aktor A mau untuk melakukan apa yang diinginkan oleh aktor B karena antara aktor A dan aktor B terdapat sebuah ikatan batin. Menarik sekali ketika Cinta kemudian disamakan dengan konsep Power yang sebenarnya keduanya memiliki latar belakang yang sangat berbeda. Namun, itulah realita yang terjadi di masyarakat. Selain ditinjau secara filosofis dari definisi, ada hal lain yang membuat konsepsi Power dan Cinta menjadi analog. Sebuah negara tidak bisa begitu saja dikatakan memiliki power atas negara lain. Misalnya Amerika, tidak bisa begitu saja dikatakan bahwa Amerika memiliki power atas negara lain jika tidak ada interaksi antara kedua negara tersebut. Entah itu melalui perang atau diplomasi. Amerika dikatakan meimiliki power atas Irak karena Amerika berhasil menang dalam perang melawan Irak. Begitu halnya dalam konsepsi Cinta. Cinta hanya akan muncul setelah adanya interaksi antara dua aktor. Interaksi tersebut menyebabkan munculnya benih-benih cinta. Namun, satu hal yang sedikit berbeda disini adalah cinta akan timbul ketika adanya interaksi yang intens antara dua aktor. Berkaca pada pepatah jawa “Witing trisna jalaran saka kulina” menunjukkan bahwa timbulnya harus diawali dengan interaksi yang intens. Ketika interaksi sudah terjadi dan benih-benih cinta sudah timbul, maka aktor-aktor yang terlibat didalamnya akan dapat saling mempengaruhi tindakan satu sama lain. Jika diantara aktor-aktor tersebut mau melakukan apa yang diinginkan oleh aktor lain, maka dapay dikatakan bahwa diantara aktor-aktor tersebut telah terdapat sebuah konsepsi Cinta.

Menilik dari kesamaan filosofis dari definisi dan kesamaan praktis dari pengaktualisasian antara konsepsi Power dan Cinta, dapat ditarik kesimpulan bahwa antara konsepsi Power dan Cinta terdapat sebuah hubungan yang analog.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar