Jumat, 16 April 2010

Marxisme dan Strukturalisme

Pendekatan tradisional pada hubungan internasional tidak berhenti pada pendekatan realisme dan liberalisme saja. Ada sebuah pendekatan lagi yang menitikberatkan pada ranah ekonomi dalam diskursusnya, marxisme. Marxisme dihadirkan untuk menyanggah pendekatan realisme yang menjelaskan tentang negara yang selalu bersaing dalam hal kekuatan dan kekuasaan dalam hubungan internasionalnya. Kekuatan negara adalah instrumen utama bagi negara untuk mendominasi hubungan internasional. Marxisme juga mencoba menyerang pendekatan liberalisme yang menyatakan bahwa perdamaian internasional dapat dicapai dengan adanya kerjasama antar negara yang bersifat kooperatif dan kolaboratif karena di mata para liberalis, negara bersifat positif dan rasional. Tulisan ini akan membahas mengenai pendekatan marxisme secara keseluruhan meliputi pemikiran dasar, aktor-aktor yang terlibat dalam hubungan internasional menurut kaum marxis, bentuk sistem internasional, agenda utama, dan pemikiran kaum marxis mengenai keamanan dan perdamaian internasional. Tulisan ini juga akan membahas beberapa kritik dari kaum marxis terhadap pendekatan terdahulu, realisme dan liberaslisme.

Pendekatan marxisme diawali dan dibangun oleh seorang ahli ekonomi asal Jerman, Karl Marx. Marx berpikiran bahwa dalam kehidupan sosialnya, materi menjadi sesuatu yang penting dan menentukan. Masing-maisng individu akan berjuang untuk mendapat materi sebanyak-banyaknya. Hal ini menyebabkan manusia terbagi dalam kelas yang berbeda. Masing-masing kelas memiliki ciri khas tersendiri dan saling mempunyai ketergantungan. Kelas tersebut adalah Borjuis dan Proletar. Borjuis adalah kelas bagi para pemilik modal (capital) sedangkan proletar adalah kelas bagi para pekerja (labour) yang tidak memiliki modal. Kaum proletar bekerja dan bergantung pada kaum borjuis. Keadaan ini lah yang kemudian diterjemahkan oleh Marx akan menimbulkan sebuah eksploitasi yang dilakukan pleh kaum borjuis sebagai pemilik modal terhadap kaum proletar. Kapitalisme merupakan wujud rasional dan implikasi logis dari adanya perbedaan kelas ini. Pandangan seperti ini jelas kontradiktif dengan pandangan kaum liberalis yang berpandangan bahwa kerja sama akan dapat terjadi antar manusia untuk mencapai sebuah kesejahteraan. Menurut kaum marxis, manusia tidak akan pernah seobyektif dan seinnosense itu dalam kehidupannya. Marxisme menolak pemikiran kaum liberalis yang memandang kerjasama dalam perekonomian sebagai positive sum game. Marxis memandang perekonomian sebagai zero sum game karena sejatinya perekonomian merupakan tempat eksploitasi manusia dan perbedaan kelas. Meskipun kaum marxis berpandangan bahwa perekonomian kapitalis merupakan lahan ekspolitasi manusia, marxis tidak menganggap kapitalisme ini merupakan suatu kemunduran. Justru ini merupakan sebuah kemajuan dalam perekonomian yang setidaknya kemajuan dalam dua hal (Jackson dan Sorensen, 1999). Pertama, kapitalisme menghancurkan hubungan produksi sebelumnya yang bahkan lebih eksploitatif, yaitu feodalisme. Feodalisme adalah bentuk eksploitasi yang berwujud buruh dan petani dan bahkan menyerupai budak. Marxisme percaya bahwa kapitalisme merupakan suatu kemajuan karena dalam kapitalisme, kaum proletar (buruh) dapat menjual tenaganya pada kaum borjuis sehingga mendapat imbalan terbaik yang kemudian menghindarkan mereka dari segala bentuk perbudakan. Kedua, kapitalisme membuka jalan bagi revolusi sosial dimana alat-alat produksi ditempatkan dalam kontrol sosial bagi keuntungan kaum proletar sebagai mayoritas tebesar sehingga kaum borjuis tidak bisa semena-mena mengeksploitasi kaum proletar yang notabene tdak memiliki modal.

Pandangan Marx mengenai adanya perbedaan kelas dalam kehidupan manusia ini belum relevan jika dibawa pada hubungan internasional. Pada akhirnya, Lenin muncul mengadopsi pemikiran-pemikiran Marx yang kemudian digunakan untuk menjelaskan fenomena hubungan internasional. Tulisan Lenin yang terkenal “Imperialism, The Highest Stage of Capitalism” mencoba mengintegralkan pemikiran Marx dalam konteks hubungan antar negara. Menurut pemikiran neomarxisme, ekonomi merupakan dasar dari semua kegiatan hubungan internasional dan bahkan berada di atas politik. Konsekuensinya adalah konflik kelas menjadi implikasi logis dari hal ini. Lenin melihat bahwa negara tidak otonom, mereka digerakkan oleh kepentingan kaum borjuis yang ada di negara mereka. Bahkan peperangan yang terjadi merupakan implikasi dari adanya persaingan diantara para kelas kapitalis (Jackson dan Sorensen, 1999). Dengan pandangan demikian, marxisme dan neomarxisme mencoba mematahkan pandangan kaum realis yang menyatakan bahwa konflik yang terjadi dalam hubungan internasional adalah akibat perbedaan kekuatan dan keinginan untuk saling menguasai satu sama lain dan politik menjadi hal yang pertama di atas ekonomi. Lenin juga menjelaskan sebagai suatu sistem ekonomi, kapitalisme bersifat ekspansif dan selalu mencari pasar baru yang lebih menguntungkan. Dengan adanya perbedaan kelas lintas batas negara, imperialisme dan kolonialisme muncul sebagai bentuk perluasan kapitalisme dalam rangka mencari pasar baru dan mencari proletariat baru agar bisa dieksploitasi.
Pemikiran neomarxisme juga dijelaskan oleh pemikir lainnya, seperti Wallerstein. Dalam pemikirannya, Wallerstein menitikberatkan pada perekonomian dunia dan cenderung mengabaikan politik internasional. Ia yakin bahwa dalam perekonomian, dunia berkembang dalam keadaan yang tidak seimbang yang kemudian memunculkan ketergantungan yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan hubungan tersebut. Sistem kapitalisme dunia didasarkan pada hubungan asimetris yang bersifat subordinatif sehingga negara kaya dengan nyata menindas negara miskin. Wallerstein menjelaskan bahwa hubungan antar negara dalam sistem internasional yang kapitalis eksplotaif adalah bersifat dependensi (Burchill dan Linklatter, 2005). Terdapat hubungan saling ketergantungan antara masing-masing negara yang kemudian dispesifikkan menjadi sebuah tatanan negara yang lebih hirarkis dan struktural yaitu core, semiperiphery, dan periphery yang kemudian dikenal sebagai World System Theory (Jackson dan Sorensen, 1999). Pandangan mengenai keadaan yang terstruktur inilah yang kemudian disebut sebagai Strukturalis, yang maksudnya adalah tatanan dunia memang sudah terstruktur sedemikian rupa. Dalam World System Theory, Core adalah negara kaya, semiperiphery adalah negara yang biasa saja, dan periphery adalah negara miskin atau negara dunia ketiga. Dalam kapitalisme dunia, negara core bertindak sebagai borjuis, negara yang memiliki modal sedangkan negara periphery bertindak sebagai proletar. Keadaan struktural ini memaksa negara-negara miskin untuk masuk dan terlibat pada kapitalisme global sehingga menyebabkan mereka bergantung pada negara-negara kaya. Bagi negara-negara kaya, hal ini adalah lahan baru bagi keberlanjutan kapitalisme mereka. Pemikiran kaum strukturalis atau neomarxis ini juga membantah pandangan kaum liberal yang menyatakan bahwa kesejahteraan dapat terjadi atas sifat rasional manusia dan negara yang kooperatif dan kolaboratif, karena pada kenyataannya manusia dan negara tidak akan bisa seobyektif yang mereka bayangkan.

Dari tulisan diatas dapat disederhanakan bahwa pemikiran marxisme didasarkan pada hakikat dasar manusia adalah materi dan setiap manusia akan berjuang untuk mendapatkan materi tersebut dan perbedaan kelas menjadi konsekuensi logis baginya. Kelas-kelas tersebut adalah borjuis dan proletar yang kemudian menjadi aktor utama dalam hubungan internasional menurut pandangan marxisme. Diantara kelas-kelas ini terdapat ketergantungan satu sama lain sehingga menyebabkan kaum borjuis yang dalam konteks negara diintegralkan menjadi negara core akan mengeksploitasi kaum proletar atau negara periphery jika ditempatkan pada konteks negara dengan World System Theory sebagai sistem internasionalnya. Kondisi kapitalisme dunia inilah yang dinamakan dengan strukturalisme.

Referensi :
Burchil, Scott, dkk. 2005. “Theories of International Relations”. Palgrave Macmillan : New York
Jackson, Robert & Sorensen, Georg. 1999. “Pengantar Studi Hubungan Internasional”. Oxford University Press : New York

1 komentar:

  1. pandangan wallerstein mengenai ekonomi adalah di dalam pengkhususan apa? di dalam politik ekonomi internasional?

    BalasHapus